Review mendalam agar tidak salah beli
Dapatkan rekomendasi produk shopee.

Deforestasi Masif di Papua, Siapa Diuntungkan?

Mei 08, 2025
Deforestasi Masif di Papua, Siapa Diuntungkan

Deforestasi di Papua bukanlah cerita baru. Namun dalam beberapa tahun terakhir, laju perusakan hutan di Bumi Cenderawasih semakin tak terbendung. Laporan berbagai lembaga lingkungan menunjukkan bahwa Papua, sebagai benteng terakhir hutan tropis Indonesia, mengalami penyusutan tutupan hutan secara signifikan akibat ekspansi industri ekstraktif dan perkebunan skala besar. Namun, di tengah kerusakan ini, muncul satu pertanyaan penting: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari deforestasi masif ini?

Hutan Papua: Surga yang Terancam

Papua menyimpan sekitar sepertiga hutan tropis Indonesia, dan menjadi rumah bagi ribuan spesies endemik serta masyarakat adat yang hidup secara harmonis dengan alam selama ribuan tahun. Hutan bagi mereka bukan sekadar sumber pangan dan obat, tapi juga bagian dari identitas dan spiritualitas.

Namun kini, hamparan hijau itu kian menyempit. Data Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, Papua kehilangan lebih dari 600 ribu hektare hutan alam. Angka yang mengejutkan ini didorong oleh perluasan perkebunan kelapa sawit, tambang, dan pembangunan infrastruktur yang masif.

Perusahaan Besar di Balik Pembukaan Lahan

Investasi atau Perampasan?

Banyak perusahaan perkebunan, baik nasional maupun multinasional, mengantongi izin konsesi yang luas di Papua. Mereka beralasan investasi ini akan meningkatkan ekonomi daerah dan membuka lapangan kerja. Namun di lapangan, kenyataannya jauh dari janji manis.

Pembangunan perkebunan seringkali dilakukan tanpa persetujuan penuh masyarakat adat, melanggar prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC). Hutan dibabat, tanah ulayat dialihfungsikan, dan masyarakat lokal kehilangan akses terhadap sumber daya alam.

Manfaat Ekonomi Tak Merata

Jika ditelusuri lebih dalam, keuntungan ekonomi dari deforestasi ini lebih banyak mengalir ke pemilik modal dan elit politik. Sementara masyarakat sekitar hanya mendapat pekerjaan kasar dengan upah rendah, dan dalam banyak kasus, justru menderita karena rusaknya lingkungan tempat mereka tinggal.

Negara: Fasilitator atau Penonton?

Kebijakan yang Melemahkan Perlindungan

Pemerintah pusat maupun daerah kerap berdalih bahwa proyek-proyek berskala besar di Papua adalah bagian dari strategi pembangunan nasional. Namun di saat bersamaan, regulasi justru sering kali berpihak pada investor, bukan masyarakat adat atau lingkungan.

Contohnya, Undang-Undang Cipta Kerja yang kontroversial dinilai mempermudah perizinan usaha dan melemahkan mekanisme perlindungan lingkungan. Di Papua, UU ini menjadi senjata ampuh bagi korporasi untuk memperluas wilayah operasinya.

Lemahnya Penegakan Hukum

Di sisi lain, pelanggaran terhadap prosedur perizinan, tumpang tindih lahan, hingga perusakan kawasan lindung sering tidak ditindak tegas. Laporan dari Koalisi masyarakat sipil menyebutkan banyak proyek perkebunan besar di Papua yang bermasalah secara legal, namun tetap berjalan.

Dampak Sosial dan Ekologis yang Luas

Hilangnya Kearifan Lokal

Deforestasi di Papua bukan hanya persoalan kerusakan alam, tapi juga pengikisan budaya. Ketika hutan hilang, hilang pula warisan pengetahuan masyarakat adat yang diwariskan secara turun-temurun. Ritual adat yang terkait dengan alam tak lagi bisa dilakukan, dan generasi muda kehilangan ikatan dengan tanah leluhur mereka.

Bencana Ekologis Mengintai

Hutan Papua berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim dan ekosistem. Pembukaan lahan besar-besaran meningkatkan risiko banjir, longsor, dan kekeringan. Emisi karbon dari pembakaran hutan juga turut memperparah krisis iklim global.

Perlawanan dari Akar Rumput

Suara Masyarakat Adat

Meski tak memiliki kekuatan politik, masyarakat adat Papua tak tinggal diam. Mereka melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan tanah dan hutan, mulai dari aksi damai, advokasi hukum, hingga membangun jaringan solidaritas dengan masyarakat sipil di luar Papua.

Beberapa komunitas bahkan membuat peta wilayah adat mereka sendiri untuk menegaskan klaim atas hutan yang telah mereka kelola selama turun-temurun. Upaya ini menjadi penting sebagai bentuk perlawanan terhadap klaim sepihak dari korporasi dan pemerintah.

Peran LSM dan Media Independen

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan media independen juga berperan penting dalam mengungkap praktek-praktek deforestasi ilegal dan pelanggaran HAM di Papua. Mereka menjadi garda depan dalam menyuarakan kebenaran di tengah keterbatasan akses informasi dan tekanan politik.

Masa Depan Papua: Pilihan Ada di Tangan Kita

Pertanyaan siapa yang diuntungkan dari deforestasi Papua membawa kita pada refleksi yang lebih luas: pembangunan seperti apa yang kita inginkan? Apakah kita rela mengorbankan hutan dan masyarakat adat demi pertumbuhan ekonomi jangka pendek?

Pilihan kebijakan yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada keberlanjutan harus segera diambil. Papua tak boleh terus menjadi ladang eksploitasi yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Sebab kerugian ekologis dan sosial yang terjadi akan dirasakan oleh kita semua, dalam jangka panjang.

Penutup

Deforestasi di Papua adalah cermin dari konflik kepentingan antara pembangunan dan kelestarian. Di balik laju pembukaan lahan, ada cerita tentang keserakahan, ketidakadilan, dan perlawanan dari akar rumput. Pertanyaan "siapa diuntungkan" bukan sekadar retoris, tapi ajakan untuk lebih kritis melihat arah pembangunan negeri ini.

Terkait