Penjualan mobil listrik di Indonesia menunjukkan tren peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Masyarakat mulai beralih dari kendaraan konvensional berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik (EV) yang lebih ramah lingkungan. Dorongan dari pemerintah melalui berbagai insentif, seperti potongan pajak dan subsidi pembelian, turut mempercepat adopsi kendaraan listrik. Namun, seiring pertumbuhan pasar, muncul pula tantangan utama yang belum terselesaikan: infrastruktur pendukung yang belum memadai.
Pertumbuhan Penjualan Mobil Listrik di Indonesia
Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil listrik mengalami lonjakan dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2023, tercatat lebih dari 20.000 unit mobil listrik terjual di Indonesia, naik drastis dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 10.000 unit.
Tren ini dipicu oleh beberapa faktor, mulai dari meningkatnya kesadaran lingkungan, kenaikan harga bahan bakar minyak, hingga semakin banyaknya pilihan model kendaraan listrik dari berbagai merek, baik lokal maupun internasional. Produsen otomotif seperti Hyundai, Wuling, dan Toyota mulai agresif memasarkan lini kendaraan listrik mereka.
Selain itu, pemerintah juga memberikan berbagai kemudahan bagi konsumen, seperti pembebasan bea balik nama, diskon pajak kendaraan bermotor (PKB), serta insentif tambahan jika kendaraan diproduksi secara lokal.
Infrastruktur Masih Jadi Kendala Utama
Minimnya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU)
Meskipun penjualan terus meningkat, pertumbuhan infrastruktur pendukung seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) belum mampu mengimbangi. Hingga akhir 2024, jumlah SPKLU di seluruh Indonesia masih berada di kisaran 1.800 unit. Jumlah tersebut dinilai belum mencukupi, terutama di luar Pulau Jawa.
Keterbatasan infrastruktur ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan calon pengguna EV. Banyak yang masih ragu beralih ke mobil listrik karena takut kesulitan mengisi daya saat bepergian jauh. Masalah ini dikenal dengan istilah "range anxiety" atau kecemasan akan jarak tempuh.
Distribusi yang Tidak Merata
Sebagian besar SPKLU saat ini masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan, terutama Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Sementara di daerah-daerah luar kota atau pedalaman, fasilitas pengisian daya nyaris tidak tersedia.
Pemerintah telah berencana mendorong pembangunan infrastruktur secara lebih merata melalui kerja sama dengan perusahaan swasta dan BUMN seperti PLN. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai kendala teknis dan administratif.
Upaya Pemerintah dan Sektor Swasta
Peran PLN dalam Pembangunan Infrastruktur
PLN sebagai BUMN penyedia energi memiliki peran penting dalam ekosistem kendaraan listrik. Selain membangun SPKLU, PLN juga memperkenalkan layanan home charging dan aplikasi mobile untuk memudahkan pengguna EV menemukan titik pengisian terdekat.
Pada 2025, PLN menargetkan penambahan 5.000 unit SPKLU di berbagai wilayah, termasuk rest area tol, pusat perbelanjaan, dan perkantoran. Namun, realisasi target ini sangat bergantung pada sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan dan insentif investasi.
Inisiatif Swasta dan Startup Energi
Beberapa perusahaan swasta juga mulai terlibat dalam pengembangan infrastruktur EV, termasuk startup teknologi energi yang menawarkan solusi battery swapping (penukaran baterai) sebagai alternatif pengisian daya cepat.
Meski konsep ini masih dalam tahap awal, namun diharapkan dapat menjadi solusi jangka pendek bagi pengguna sepeda motor listrik, yang juga mengalami keterbatasan akses pengisian daya.
Perlu Kebijakan Komprehensif dan Jangka Panjang
Pemerintah perlu menetapkan roadmap yang lebih konkret dan realistis untuk pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Selain fokus pada target penjualan, aspek infrastruktur harus menjadi prioritas utama dalam perencanaan jangka panjang.
Harmonisasi Regulasi dan Standarisasi
Saat ini, beberapa kendala hukum dan teknis masih menjadi hambatan dalam pembangunan SPKLU. Salah satunya adalah belum adanya standarisasi sistem pengisian daya yang berlaku nasional. Hal ini menyebabkan setiap merek kendaraan memiliki adaptor dan spesifikasi berbeda-beda.
Harmonisasi regulasi dan sertifikasi infrastruktur EV sangat penting agar ekosistem kendaraan listrik bisa tumbuh dengan sehat dan terintegrasi.
Insentif untuk Pengembang Infrastruktur
Selain insentif untuk konsumen, pemerintah juga perlu memberikan kemudahan dan stimulus bagi pihak swasta yang ingin membangun SPKLU. Misalnya, keringanan pajak properti untuk lokasi SPKLU, pemangkasan birokrasi perizinan, atau dukungan subsidi investasi awal.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Industri otomotif Indonesia tengah berada di titik penting transisi menuju era elektrifikasi. Kenaikan penjualan mobil listrik menunjukkan adanya penerimaan dari pasar, namun belum diiringi oleh kesiapan infrastruktur yang memadai.
Jika tantangan ini tidak segera ditangani, maka pertumbuhan kendaraan listrik bisa terhambat dan menurunkan kepercayaan konsumen. Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, swasta, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan ekosistem kendaraan listrik yang berkelanjutan.
Meski jalan masih panjang, optimisme tetap ada. Dengan perencanaan matang dan eksekusi yang tepat, Indonesia berpeluang besar menjadi salah satu pasar EV terbesar di Asia Tenggara dalam satu dekade mendatang.

