Merajut bukan lagi sekadar aktivitas tradisional yang identik dengan generasi terdahulu. Di tangan milenial, kegiatan ini menjelma menjadi hobi modern yang tak hanya menenangkan, tetapi juga sarat makna personal dan sosial. Dari ruang tamu hingga media sosial, benang-benang warna-warni itu kini menjadi simbol produktivitas baru generasi muda.
Dari Aktivitas Rumah Tangga Menjadi Gaya Hidup
Di masa lalu, merajut lebih sering diasosiasikan dengan perempuan lansia, duduk di beranda rumah sambil menunggu waktu senja. Kini, narasi itu berubah drastis. Generasi milenial membawa aktivitas ini ke ruang publik — kafe, ruang kerja bersama, hingga komunitas daring. Mereka merajut bukan hanya untuk menghasilkan produk, tetapi juga sebagai bentuk ekspresi diri dan ketenangan batin.
Tren ini tidak muncul begitu saja. Pandemi COVID-19 yang melanda beberapa tahun lalu memaksa banyak orang untuk mencari pelarian dari tekanan psikologis dan kebosanan. Merajut, dengan ritme yang repetitif dan hasil yang nyata, menjadi pelipur lara yang ampuh.
Merajut dan Mindfulness
Terapi dalam Setiap Simpul
Merajut menawarkan lebih dari sekadar produk akhir seperti syal, tas, atau pakaian. Banyak pelakunya mengaku menemukan ketenangan dalam setiap simpul yang dibuat. Ritmenya yang stabil dan perlahan membuat pikiran lebih fokus, mirip dengan meditasi. Tak heran jika merajut kerap dikaitkan dengan praktik mindfulness atau kesadaran penuh.
Menurut sebuah studi di British Journal of Occupational Therapy, aktivitas merajut terbukti dapat menurunkan tingkat stres dan meningkatkan rasa bahagia. Ini menjadi relevan di tengah maraknya isu kesehatan mental yang membayangi generasi muda saat ini.
Ruang Aman dalam Komunitas
Selain ketenangan pribadi, merajut juga menawarkan ruang sosial yang suportif. Komunitas merajut — baik offline maupun online — tumbuh subur, menjadi tempat berbagi teknik, inspirasi, bahkan keluh kesah. Bagi banyak milenial, komunitas ini berperan sebagai ruang aman dari tekanan sosial yang mereka hadapi di dunia digital.
Peran Media Sosial dan Ekonomi Kreatif
Dari Instagram ke Toko Online
Media sosial menjadi salah satu motor penggerak utama tren merajut di kalangan milenial. Lewat platform seperti Instagram dan TikTok, para perajut muda memamerkan karya mereka dengan estetika yang menarik. Proses merajut, dari awal hingga jadi, sering kali direkam dalam video berdurasi singkat namun menenangkan.
Beberapa dari mereka bahkan menjadikan hobi ini sebagai peluang bisnis. Produk rajutan handmade dijual lewat toko daring, menjangkau pasar yang lebih luas. Keunikan dan nilai personal dari produk ini menjadi daya tarik tersendiri di tengah banjir barang massal.
Branding Personal lewat Rajutan
Tidak sedikit milenial yang membangun identitas digital mereka lewat kegiatan ini. Rajutan menjadi bagian dari gaya hidup yang mereka tampilkan — lambang dari kreativitas, ketekunan, dan preferensi pada produk berkelanjutan. Dalam konteks ini, merajut tidak hanya tentang benang dan jarum, tapi juga tentang narasi hidup yang ingin mereka bagikan ke publik.
Laki-Laki dan Merajut: Mengikis Stereotip Lama
Perubahan lanskap hobi merajut juga terlihat dari semakin banyaknya laki-laki yang terlibat dalam aktivitas ini. Di media sosial, mulai muncul figur-figur pria perajut yang menunjukkan keahlian mereka dengan percaya diri. Hal ini turut membantu mendobrak stigma lama bahwa merajut adalah hobi "perempuan saja."
Fenomena ini menandakan transformasi nilai dalam masyarakat yang mulai lebih terbuka dan inklusif terhadap ekspresi kreatif lintas gender.
Merajut, Lingkungan, dan Kesadaran Konsumsi
Dalam era kesadaran lingkungan yang meningkat, merajut juga menjadi simbol resistensi terhadap industri fashion cepat (fast fashion). Dengan merajut, seseorang bisa menciptakan pakaian sendiri, lebih berkelanjutan, dan jauh dari eksploitasi industri tekstil massal.
Beberapa komunitas bahkan mengusung prinsip zero waste dalam praktik merajut mereka, memanfaatkan sisa benang, memperbaiki pakaian lama, atau membuat produk daur ulang.
Tantangan dan Harapan
Meski tren ini menunjukkan peningkatan, masih ada tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah keterbatasan akses terhadap bahan berkualitas dengan harga terjangkau, serta minimnya dukungan institusional terhadap hobi produktif seperti merajut. Selain itu, sebagian masyarakat masih memandang merajut sebagai aktivitas remeh-temeh.
Namun, semangat generasi muda yang progresif dan kreatif terus mendorong perubahan. Mereka melihat merajut bukan hanya sebagai kegiatan mengisi waktu luang, tapi juga sebagai bagian dari identitas, perlawanan terhadap budaya instan, dan bentuk self-care yang bermakna.
Penutup
Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh distraksi, merajut menawarkan ruang untuk pelan-pelan, fokus, dan hadir sepenuhnya. Bagi milenial, ini lebih dari sekadar nostalgia — ini adalah pernyataan gaya hidup baru. Merajut membuktikan bahwa tradisi lama bisa tetap relevan, bahkan tumbuh subur, di tangan generasi yang akrab dengan teknologi.
Saat benang dan jarum menyatu dalam gerakan yang berulang, ada harapan yang dibentuk, ada ketenangan yang dijahit perlahan. Dan di sanalah, di simpul-simpul kecil itu, generasi muda menemukan dirinya kembali.

